BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
adalah negara dengan tingkat keragaman tinggi yang tersebar di berbagai area
geografis yang unik. Adanya kepercayaan dan kebudayaan yang banyak membuat
penanganan masalah pada setiap daerah haruslah berbeda. Menyesuaikan dengan
karakterisitik daerah tersebut. Kenyataan ini berbeda dari peraturan yang
pernah berlaku untuk puskesmas di Indonesia. Peraturan yang juga disebut
sebagai paradigma lama puskesmas. Beberapa hal yang melekat kuat pada
paradigma lama itu adalah, sentralisasi, pembangunan yang terbatas, pengobatan yang hanya bersifat kuratif, hukum kebutuhan dan permintaan, dan sangat kental dengan unsur birokrasinya. Ketidakluwesan yang ada di puskesmas ini lama kelamaan membuat fungsi puskesmas yang sebenarnya menjadi samar dan bahkan nyaris terlupa.
paradigma lama itu adalah, sentralisasi, pembangunan yang terbatas, pengobatan yang hanya bersifat kuratif, hukum kebutuhan dan permintaan, dan sangat kental dengan unsur birokrasinya. Ketidakluwesan yang ada di puskesmas ini lama kelamaan membuat fungsi puskesmas yang sebenarnya menjadi samar dan bahkan nyaris terlupa.
Globalisasi dalam pelayanan kesehatan merupakan
suatu keniscayaan yang mau tidak mau harus kita hadapi, karena ketika kita
menghindar dari globalisasi disaat itu pula kita akan tertinggal dan
tereliminasi dari sebuah proses sosial yang berjalan. Globalisasi pelayanan
kesehatan akan ditandai dengan masuknya modal dan tenaga kesehatan luar negeri
dalam Sistem Pelayanan Kesehatan.
Kondisi tersebut dapat merupakan ancaman dan peluang
bagi komunitas yang bergelut pada kesehatan . Globalisasi menjadi ancaman
ketika komunitas kesehatan tidak mampu dan tidak mau menyiapkan secara
terencana dan sistematis dengan kata lain berjalan masing-masiang. Globalisasi
menjadi peluang manakala dengan globalisasi kita mampu meredefinisi dan
mereposisi peran profesi yang bergerak pada bidang kesehatan baik itu
dokter,perawat,ataupun tenaga kesehatan di Indonesia untuk berdimensi
internasional.
Disamping isu globalisasi pada dekade terakhir ini
di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah isu Desentralisasi kesehatan.Desentralisasi
kesehatan dapat dimaknai sebagai pemindahan tanggungjawab dalam perencanaan,
pengambilan keputusan, pembangkitan serta pemanfaatan sumberdaya serta kewengan
administratif dari tingkat pemerintah yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah
dalam suatu hirarkis politis administratif atau teritorial.
Sebelum desentralisasi/Otonomi Daerah, alokasi
anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model
negoisasi ke propinsi-propinsi.Sedangkan Pada era desentralisasi dan otonomi
daerah, daerah mempunyai kewenangan yang besar dalam perencanaan dan
penganggaran, karena alokasi anggaran pembangunan melalui formula Dana Alokasi
Umum (DAU).Dalam formula DAU komponen kesehatan secara implisit dianggap sudah
masuk didalamnya walaupun secara ekplisit tidak ada.Akibatnya, secara praktis
sektor kesehatan harus berjuang untuk mendapatkan anggaran. Sektor kesehatan
harus membuat perencanaan dan penganggaran program kesehatan yang meyakinkan
untuk dapat bersaing dengan sektor lain untuk mendapatkannya.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
definisi dari desentralisasi pembangunan kesehatan ?
2. Bagaimana
sistem desentralisasi pembangunan kesehatan ?
3. Bagaimana
peran serta Masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi pembangunan
kesehatan ?
4. Bagaimana
dampak desentralisasi ?
1.3
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk
menginformasikan kepada para pembaca mengenai definisi desentralisasi
pembangunan kesehatan.
2. Untuk
menjelaskan dan menginformasikan mengenai sistem desentralisasi pembangunan
kesehatan di Indonesia.
3. Untuk
menjelaskan bagaimana peran serta masyarakat dalam kebijakan desentralisasi kesehatan.
4. Untuk
memberitahu dan menjelaskan dampak dari desentralisasi pembangunan kesehatan.
1.4
Manfaat
Bagi pembaca :
1.
Menambah
pengetahuan pembaca mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan.
2.
Memperluas
dan memperdalam ilmu yang dimiliki para
pembaca mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan.
3.
Sebagai
reverensi penulisan karya ilmiah atau makalah yang berhubungan dengan desentralisasi pembangunan
kesehatan.
Bagi penulis :
1.
Membagi
pengetahuan mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan.
2.
Memberikan
informasi, serta dapat mengasah kemampuan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah serta pengetahuan tentang desentralisasi kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Menurut Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang/transfer wewengang dari pemerintah pusat baik kepada pejabat-pejabat
pemerintah pusat di Daerah yang disebut Dekonsentrasi maupun kepada badan-badan
otonom daerah yang sering disebut Devolusi. Selanjutnya PBB menjelaskan bahwa
dua prinsip dari penyerahan wewenang dan fungsi pemerintah adalah pertama ;Deconsentrasi
area offices of administration (perangkat wilayah yang berada di daerah) dan kedua,
Devolusi dimana sebagian kekuasaan pemerintah diserahkan kepada badan-badan
politik di daerah yang diikuti dengan penyerahan kekuasaa/kewenangan sepenuhnya
untuk mengambil keputusan baik secara politis maupun adminstratif.
Dikatakan oleh Bryant bahwa
konsekuensi dari penyerahan wewenang dalam pengambilan keputusan dan pengawasan
kepada badan-badan otonomi adalah untuk memberdayakan kemampuan lokal
(empowerment local capasity). Wewenang dan sumber daya yang diberikan berkaitan
erat satu sama lainnya. Apabila badan-badan lokal diserahi tanggung jawab dan
sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat.
Sebaliknya, jika pemerintah lokal hanya ditugaskan untuk mengikuti kebijkan
pusat maka partisipasi para elit dan warganya akan rendah. Dengan demikian maka
kekuasaan pada tingkat pusat tidak akan berkurang bahkan akan memperoleh respek
dan kepercayaan dari tingkat lokal yang pada akhirnya akan meningkatkan
pengaruh dan legitimasinya.
Sedangkan para ahli Indonesia,
seperti R. Trsna, Koesoemaatmadja, Amrah Moeslimin, The Liang Gie dan
sebagainya termasuk dalam aliran Kontinental.
Menurut R. Tresna
desentralisasi dapat dibedakan kedalam :
1.
Desentralisasi Jabatan (dekonsentrasi), adalah pemberian atau pemasrahan
kekuasaan dari atas ke bawah dalam rangka kepegawaian, guna kelancaran
pekerjaan semata-mata.
2. Desentralisasi Ketatanegaraan, merupakan
pemberian kekuasaan untuk mengatur bagi daerah di dalam lingkungannya guna
mewujudkan azas demokrasi dalam pemerintahan negara. Desentralisasi
ketatanegaraan ini dibagi menjadi : Desentralisasi teritorial dan desentralisasi
fungsional.
Sementara itu Koesoemaatmadja,
Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan demokrasi yang memberikan
kesempatan kepada rakyat untuk ikutserta dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Desentralisasi menurutnya dapat dibedakan menjadi : dekonsentrasi
dan desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik, yaitu :
pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah
otonom di dalam lingkungannya. Dalam Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini masyarakat
dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui saluran-saluran
perwakilan. Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini dibagi lagi menjadi (1)
desentralisasi teritorial, yaitu : pelimpahan kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus rumahtangga daerah masing-masing; (2)Desentarlisasi
fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus
sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu.
Ahli lainnya adalah Amrah
Moeslim yang tidak memasukkan dekonsentrasi sebagai salah satu jenis desentralisasi.
Menurut Meoslim, desentralisasi dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :
1. Desentralisasi Politik, yaitu : pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat yang menimbulkan hak mengatur dan mengurus
kepentingan rumahtangga sendiri bagi badan politik di daerah-daerah yang
dipilih oleh rakyat daerah.
2. Desentralisasi Fungsional, yaitu : pemberian
hak kepada golongan-golongan tertentu untuk mengurus satu macam atau segolongan
kepentingan tertentu dalam masyarakat baik terikat ataupun tidak.
3. Desentralisasi Kebudayaan adalah pemberian hak
kepada golongan minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan
sendiri (pendidikan, agama dll).
Menurut pendapat The Liang Gie
Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap
kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu
wilayah.Sementara itu menurut UU No 5 Tahun 1974 tentang, Desentralisasi adalah
penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada
Daerah, menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan menurut UU Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah : penyerahan wewenang
pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari berbagai definisi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada dasarnya adalah : suatu proses
transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari urusan yang semula
adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-lembaga
Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan
tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab
Pemerintah Daerah.
Dengan pengertian tersebut, maka setidaknya ada empat kegiatan dalam
desentralisasi menurut Koiruddin (2005); yaitu:
1.
Dekonsentrasi wewenang administrasi
Dekonsentralisasi berupa
pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat pada perwakilannya yang ada
di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil
keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2.
Delegasi kepada oenguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan
pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas
khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada dibawah pengawasan
pusat.
3.
Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana
pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar pemerintah pusat
dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk
dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih
ekstensif untuk merujuk pada situasi dimana pemerintah pusat mentransfer
kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan, keuangan
dan manajemen.
4.
Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang disebut sebagai pemindahan
fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah penyerahan
beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab administrasi tertentu
kepada organisasi swasta.
2.2
Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan
setelah dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, sertaSE
Menkes No. 1107/Menkes/E/VII/2000. UU No. 22 tahun 1999 pasal 1 ayat h
menyebutkan “otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut aturan perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi
bidang kesehatan yang ada di indonesia menganut semua jenis desentralisasi
(dekonsentrasi, devolusi, delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari
masih adanya kewenangan pemerintah pusat yang didekontrasikan di daerah
propinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Selain itu, berdasarkan SE
Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang
lebih tinggi. Upaya privatisasi pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung
pelayanan kesehatan juga sedang giat dilakukan. Kandungan makna substansial
dari desentralisasi adalah bagaimana menyejahterakan dan menciptakan keadilan
bagi kehidupan masyarakat di daerah (Tagela, 2001). Selanjutnya, Simangunsong
(2001). Mengatakan bahwainti dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya
keluesan pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan sendiri atas
prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan
memajukan daerahnya.
Dalam bidang kesehatan, implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan,
antara lain, adalah sebagai berikut;
1.
Terwujudya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas
aspirasi masyarakat
2.
Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan
3.
Optimalisasi potensi pembanmgunankesehatan di daerah yang
selama ini belum tergarap,
4.
Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah
daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan
5.
Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan
(termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sector lain.
Kesemuanya ini bermuara pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Hakikat dari pembangunan adalah
peningkatan kesejahteraan, pengakuan martabat, dan peningkatan serta apresiasi
terhadap harga diri masyarakat. Kebijakan desentralisasi pembangunan kesehatan
seyoganya dimaksudkan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara
merata diseluruh Indonesia. Dengan adanya kebijakan desentralisasi maka
terdapat keluwesan pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintah sendiri atas
prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan
memajukan kesehatan di daerahnya. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah daerah
kabupaten/kota (pemerintah,DPRD, dan masyarakat) harus merencanakan dan
merumuskan sendiri program pembangunan kesehatan di daerahnya tanpa harus
menunggu kebijakan dari atas.
Program pembangunan kesehatan
harus bersifat bottom-up, yaitu berdasarkan aspirasi dari bawah. Hal ini tidak
mudah, karena selama ini daerah sudah terbiasa dengan kebijakan pembangunan
yang top-down tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat. Di satu sisi, pihak
pemerintah daerah (Dinas Kesehatan) tidak terbisa merencanakan dan menyusun
program pembangunan daerah. Di sisi lain, masyarakat sangat jarang dilibatkan
dengan proses pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan
kesehatan di era desentralisasi sangat tergantung pada kesiapan daerah untuk
melaksanakannya.
Beberapa upaya yang dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) untuk
meningkatkan kesiapan daerah dalam menghadapi dan melaksanakan desentralisasi
pembangunan kesehatan, antara lain, adalah menata ulang struktur organisasi
Dinas Kesehatan, menetapkan system kesehatan daerah, merencanakan dan menyusun
program pembangunan secara bottom-up, menumbuhkan mental proaktif pada aparatur
pemerintah, mengembangkan system informasi kesehatan, menjalin kerjasama dengan
lembaga-lembaga ilmiah dan pendidikan kesehatan, mengembangkan model promosi
kesehatan daerah, menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ilmiah dan
pendidikan kesehatan, meningkatkan kerjasama lintas sector, membentuk badan
kerjasama antar kabupaten/kota, meningkatkan keterlibatan masyarakat, dan
mengembangkan model pembiayaan kesehatan. Selain itu, DPRD kabupaten/kota harus
mengawasi jalannya pembangunan kesehatan dan menghasilkan peraturan daerah yang
memberikan suasana kondusif kepada proses pembangunan dan infestasi bidang kesehatan
di derah.
Akhirnya, dengan adanya kebijakan
desentralisasi, pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama bahu-membahu
menjalankan pembangunan kesehatan untuk mencapai kondisi kesehatan yang
dicanangkan dalam Indonesia sehat 2010, yaitu masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Sistem
Desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia, membawa perubahan
tersendiri dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Sesuai Undang–undang nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa Tujuan Nasional
Pembangunan Kesehatan adalah terwujutnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal
berupa keadaan sejahtra dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang
memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat, diselenggarakan upaya
kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang
merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada saat ini lebih banyak
dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat.
Undang–undang
No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa pelaksanaan otonomi
daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas desentralisasi, pada
daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab
sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan
kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan
kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan
yang mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Mewujudkan pembangunan nasional di
bidang kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan aspirasi masyarakat dengan cara
memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan potensi Daerah untuk kepentingan
Daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai Indonesia Sehat 2010
Point
dalam desentralisasi kesehatan :
·
Mendekatkan Pengambilan Keputusan
·
Pembangunan Kesehatan Lebih Sesuai
Dengan Local Specific
·
Potensi Masyarakat Lebih Diberdayakan
·
Derajat Kesehatan Meningkat
·
Human Development Index Indonesia
Meningkat
·
Indonesia Sehat 2010 – Masyarakat
Mandiri Untuk Hidup Sehat
Ditengah keterbatasan sumber daya
dalam hal pembiayaan dan tenaga adalah memprioritaskan bidang-bidang
pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, Depkes
akan menempuh 4 strategi utama, yaitu :
1. Menggerakkan
dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.
Sasaran utama strategi ini adalah
seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih
dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.
2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas.
Sasaran utama strategi ini adalah ;
Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi,
anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; disetiap
desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat
esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat
menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan
kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar
mutu.
3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan
informasi kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini
adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah
untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar
biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga
tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi,
makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran
lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi
kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.
4.
Meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Sasaran utama dari strategi ini
adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat
dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan
promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama
bagi rakyat miskin.
Implikasi desentralisasi
pembangunan kesehatan. Adanya kebijakan desentralisasi dalam bidang kesehatan
akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.
2.3
Peran Serta Masyarakat dalam Mendukung Kebijakan
Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Makna
substansial dari desentralisasi kesehatan adalah peran serta masyarakat, maka
adanya kebijakan desentralisasi akan memberi ruang dan waktu bagi masyarakat
untuk mengemukakan pendapat dan mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan
kesehatan di daerah. Masyarakat berhak dimintai pendapatnya mengenai apa yang
terbaik bagi mereka dan apa yang mereka butuhkan. Organisasi sosial
kemasyarakatan, lembaga adat, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) harus secara bersama-sama dan bahu-membahu dengan pemerintah menjalankan
pembangunan kesehatan di daerahnya.Pemerintah harus memberi akses yang
sebesar-besarnya kepada masyarakat tentang kebijakan yang dilakukan, sehingga
masyarakat merasa turut memiliki pembangunan dan diakui keberadaannya. Selain
itu, masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan.
2.4
Dampak dari Desentralisasi Pembangunan Kesehatan
Dampak
positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai
berikut:
1) Terwujudnya
pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.
2) Pemerataan
pembangunan dan pelayanan kesehatan,
3) Optimalisasi
potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4) Memacu
sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya
mengacu pada petunjuk atasan,
5) Menumbuhkembangkan
pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa
mengabaikan peran serta sektor lain.
Dampak
negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan
sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam
menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program
yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang
harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.
Arus
desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur
pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu
yang lama dan komitmen dari aparatur pemerintah.
Adapun
dampak lainnya dari desentralisasi :
1.
Segi ekonomi, dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan
dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah
mengelolah sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah
dikelolah secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan
meningkat.
2.
Segi sosial budaya, dengan diadakannya desentralisasi, akan
memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya
sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk
mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan
tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang
nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut. Sedangkan dampak negatif
dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing-masing daerah
berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara
tidak langsung melunturkan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa indonesia itu
sendiri.
3.
Segi keamanan dan politik, dengan diadakannya desentralisasi
merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena
dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang
ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas
dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi
desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah. Dibidang politik,
dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar
keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa
adanya campur tangan dari pemerintahan
di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintahan daerah lebih aktif dalam mengelolah
daerahnya. Tetapi dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia
yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan
golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau
oknum. Hal tersebut karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat
pusat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
·
Jadi kesimpulanya desentralisasi
pembangunan kesehatan ialah penyerahan
urusan pemerintah dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah,
yang bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat lebih cepat dan lebih baik serta
pembangunan kesehatan yang dilakukan sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing.
·
Ada 4 jenis Desentralisasi yang di anut
di indonesia yakni
1. Dekonsentrasi
2.
Delegasi
3.
Devolusi
4.
Privatisasi
·
Peran masyarakat dapat berupa :
1. Mengemukakan pendapat.
2. Mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di daerah
3. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan.
1. Mengemukakan pendapat.
2. Mengajukan usul berkenaan dengan pembangunan kesehatan di daerah
3. Masyarakat dapat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan kesehatan.
·
Dampak positif desentralisasi
pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut:
1)
Terwujudnya pembangunan kesehatan yang
demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat.
2)
Pemerataan pembangunan dan pelayanan
kesehatan,
3)
Optimalisasi potensi pembangunan
kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap
4)
Memacu sikap inisiatif dan kreatif
aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan,
5)
Menumbuhkembangkan pola kemandirian
pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran
serta sektor lain.
·
Dampak Negatif Desentralisasi :
1.
Waktu pengambilan kebijakan.
2.
Pada dinas kesehatan yang selama ini
terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan
membuat program dan kebijakan sendiri.
3.
Adanya
ketimpangan pegambilan keputusan oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya
mempunyai kewenangan tersebut. Hal tersebut dikarenakan ada orang yang ingin
menguasainya, atas dasar keegoisan manusia
4.
Peluang terjadinya penyelewengan dana
lebih besar.
3.2
Saran
Dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat mengetahui
secara lebih luas mengenai desentralisasi pembangunan kesehatan. Demi
tercapainya tujuan dari desentralisasi pembangunan kesehatan, masyarakat juga
harus turut berperan serta dalam mengusulkan dan mengawasi pelaksanaan
pembangunan kesehatan.
Pemerintah perlu memperhatikan alokasi anggaran dari
pendapatan yang telah diterima, karena penempatan anggaran yang tepat dapat
menunjang pembangunan kesehatan di daerah. Pemerintah juga perlu memperhatikan
tenaga kerja di pemerintahan dan dinas-dinas kesehatan dalam menunjang
desentralisasi. Pemerintah dan Masyarakat bekerjasama dalam mengawasi demi
menghindari terjadinya penyelewengan dana dan hal-hal yang mempengaruhi tidak
optimalnya pembangunan kesehatan di daerah masing-masing.
Masalah Sumber dana kesehatan saat desentralisasi
dilaksanakan dan kesiapan SDM yang ada serta perubahan peran masing-masing
level (pusat, provinsi, dan kabupaten) dijajaran birokrasi perlu perhatian
lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Benzhaonenes. 2011. Kesiapan Daerah Menghadapi desentralisasi Kesehatan. http://www.dinkes-ende.web.id/, diakses 2 Desember 2012.
Ikha. 2012. Desentralisasi Dalam Sistem Kesehatan. http://ikma10fkmua.files.wordpress.com/,
diakses 30 November 2012.
Junaidi, Wawan.
2011. Pengertian Desentralisasi. http://wawan-junaidi.blogspot.com/, diakses 30
November 2012.
Ramadhani, Chasiah. 2009. Desentralisasi Kesehatan. http://chasiahramadhani.blogspot.com/, diakses 30 November 2012.
Suhadi. 2011. Administrasi
Pembangunan Kesehatan. Kendari.
Supriatna, Tjhya. 1993. Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah. Jakarta : Bumi Aksara.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3 ES.
0 komentar:
Post a Comment