Tuesday 25 December 2012

Psikologi dan Peranannya dalam Kriminalitas

Psikologi Kriminal atau Psikologi Forensik (Forensic Psychology)   

Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Beberapa akibat dari kekhilafan manusia yang mempengaruhi berbagai aspek dalam bidang hukum adalah penilaian yang bias, ketergantungan pada stereotip, ingatan yang keliru, dan keputusan yang salah atau tidak adil. Karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang.  (Baron & Byrne,2004:217) 

Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat dimengerti (Michael Nietzel,1986). Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka legal (David L. Shapiro,1984).
Hukum merupakan hal yang bisa dikatakan mempunyai pengaruh yang dominan dalam kehidupan manusia untuk mengarahkan kehidupannnya ke arah yan lebih baik. Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi peran psikologi dalam bidang hukum: psychology in law, psychology and law, psychology of law.
1.   Psychology in law, merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang hukum seperti psikolog diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan.
2.    Psychology and law, meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian tentang individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, pengacara, terdakwa.
3.    Psychology of law, hubungan hukum dan psikologi lebih abstrak,  hukum sebagai penentu perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana masyarakat mempengaruhi hukum dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.

Pandangan di atas sesuai dengan pendapat Mark Constanzo (2006) bahwa peran psikolog/psikologi dalam bidang hukum:
1.   Sebagai penasehat;
2.    Sebagai evaluator;
3.    Sebagai pembaharu
Isu-isu yang berkaitan dengan kajian aplikasi psikologi dalam bidang hukum berkenaan dengan persepsi keadilan (bagaimana sesuatu putusan dikatakan adil, kenapa orang berbuat kejahatan, bagaimana mengubah perilaku orang untuk tidak berbuat kejahatan). Aplikasi secara detail dalam bidang ini antara lain: forensik, kriminalitas, pengadilan (hakim, jaksa, terdakwa, saksi, dll), pemenjaraan, dan yang berkaitan dengan penegakan hukum seperti kepolisian, dan lain-lain.
Kejahatan:  terencana dan dan  Tidak terencana : reaksi cepat, emosional
Macam Perilaku Kejahatan:
1.   Kriminal biasa : mencuri, mencopet, dll;
2.    Kriminal Konvensional: untuk jalan hidup;
3.    Kriminal Profesional: dengan keahlian;
4.    Kriminal dengan kekerasan: pembunuhan, perkosaan;
5.    Kriminal ‘public order’: tidak ada korban, tetapi secara etika melanggar;
6.    Kriminal politik: menentang pemerintah yg berkuasa;
7.   Kriminal occupasional: malpraktek;
8.    Kriminal bisnis: manipulasi bisnis, dan  menipu konsumen;
9.    Yang terorganisasi: mafia, narkoba, dll.

Kegunaan psikologi forensik dalam kasus kriminalitas, adalah sebagai berikut:
1.   Penjelasan berdasarkan psikologi mengenai perilaku kejahatan: Konsep psikoanalisa mengenai kejahatan. Menurut psikoanalisa, perilaku kriminal dapat terjadi sebagai hasil dari super-ego atau ID yang terlalu kaku, lemah, ataupun mengalami deviasi.
2.    Menurut konsep learning theories, pendekatan ini menekankan peran dari keluarga dan teman sebaya sebagai sumber perilaku kriminal serta peran reinforcement dan punishment dalam menekan perilaku tersebut.
3.    Selain itu, psikologi forensik juga berperan dalam membuat profile pelaku dari sebuah kasus kejahatan. Kita bisa melihat di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, psikolog membuat profile mengenai pelaku dari korban-korban yang ada serta bukti di lapangan. Biasanya profile ini digabungkan dengan profile dari polisi.
4.    Selain itu, psikolog juga berperan dalam sebuah kesaksian. Psikolog menganalisa kesaksian dari saksi ataupun tersangka. Melihat dari struktur kognitif, teori atribusi, ataupun mengidentifikasi dari TKP. Yang penting juga yaitu jika ada saksi mata seorang anak-anak.
5.    Psikolog juga membantu saksi mata untuk dapat mengenali suatu kejadian serta membuat saksi mata dapat memperoleh ingatan mengenai suatu tindak kejahatan.
6.  Psikolog juga menganalisa apakah hukuman penjara bekerja atau tidak, serta efek psikologis yang terdapat pada mereka yang dipenjara. Psikolog juga membantu di dalam penjara dengan program pelatihan serta pengobatan perilaku kriminal dengan cara sesi khusus, token ekonomies, ataupun terapi anger management.

Peran Psikologi Forensic dalam Proses Hukum
Polisi                     :   Membantu polisi dalam melekukan penyelidikan pada saksi, korban dan pelaku.
Kejaksaan                : Membantu jaksa dalam memahami kondisi psikologis pelaku dan korban, dan memberikan pelatihan tentang gaya bertanya pada saksi.
Pengadilan                : Sebagai saksi ahli dalam persidangan.
Lembaga Pemasyarakatan : Assesmen dan intervensi psikologis pada narapidana.

Jika  dilihat dari proses tahapan penegakan hukum, psikologi berperan dalam empat tahap, yaitu: 
1.   Pada tahap pencegahan, psikologi dapat membantu aparak penegak hukum  memberikan sosialisasi dan pengatahuan ilmiah kepada masyarakat bagaimana cara mencegah tindakan kriminal.  Misalkan,  psikologi memberikan informasi mengenali pola perilaku kriminal, dengan pemahaman tersebut diharapkan msyarakat mampu mencegah perilaku kriminal. 
2.    Pada tahap penanganan, yaitu ketika tindak kriminal telah terjadi, psikologi dapat membantu polisi dalam mengidentifikasi pelaku dan motif pelaku sehingga polisi dapat mengungkap pelaku kejahatan. Misalkan dengan teknik  criminal profiling  dan  geographical profiling. Criminal profiling merupakan salah cara atau teknik investigasi untuk mengambarkan profil pelaku kriminal, dari segi demografi (umur, tinggi, suku), psikologis (motif, kepribadian), modus operandi, dan seting tempat kejadian (scene). geographical profiling., yaitu suatu teknik investigasi yang menekan pengenalan terhadap karakteristik daerah, pola tempat, seting kejadian tindakan kriminal, yang bertujuan untuk memprediksi tempat tindakan krminal dan tempat tinggal pelaku kriminal sehingga pelaku mudah ditemukan (kemp & Van, 2007)
3.    Pada tahap pemindanaan, psikologi memberikan penjelasan mengenai kondisi  psikologis pelaku  kejahatan  sehingga hakim memberikan hukuman (pemindanaan) sesuai dengan  alat bukti dan mempertimbangkan  motif/kondisi psikologis  pelaku kejahatan. Menurut  Muladi dalam  (Rizanizarli, 2004)  tujuan pemindanaan adalah  memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan tindak pidana.  Ada beberapa teori yang terkait dengan tujuan pemindanaan. Pertama, teori retributif (balas dendam), teori ini mengatakan bahwa setiap orang harus bertanggung jawab atas perilakunya, akibatnya di harus menerima hukuman yang setimpal. kedua teori relatif (tujuan), teori ini bertujuan untuk mencegah orang melakukan perbuatan jahat. Teori ini sering disebut dengan teori  deterrence  (pencegahan). Ada dua jenis teori  relatif, yaitu  teori pencegahan dan teori penghambat. Teori pencegahan dibagi dua, yaitu pencegahan umum, efek pencegahan sebelum tindak pidana dilakukan,  misalnya melalui ancaman dan keteladanan, dan pencegahan spesial, efek pencegahan setelah tindak pidana dilakukan. Sementara teori penghambatan,  yaitu bahwa pemindanaan bertujuan untuk mengintimidasi mental pelaku agar pada masa datang tidak melakukannya lagi.  Ketiga, behavioristik, teori ini berfokus pda perilaku. Teori ini dibagi dua, yaitu  incapacitation theory, pemindanaan harus dilakukan agar pelaku tidak dapat berbuat pidana lagi dan Rehabilitation theory, yaitu pemindanaan dilakukan untuk memudahkan melakukan rehabilitasi (Rizanizarli, 2004)
4.    Tahap terakhir adalah pemenjaraan. Pada tahap ini pelaku ditempatkan dalam lembaga permasyarakatan  (LP). Tujuannya  adalah agar pelaku kejahatan mengalami perubahan perilaku menjadi orang baik. Namun kenyataannya berbeda, banyak pelaku kriminal setelah keluar dari LP bukannya menjadi lebih baik tapi tetap melakukan tindakan kejahatan  kembali bahkan secara kuantitas dan kualitas tindakan kejahatannya lebih berat daripada sebelumnya. Hal ini terjadi karena terjadi proses pembelajaran sosial ketika di LP.  Dalam konsep psikologi, LP haruslah menjadi tempat rehabilitasi para pelaku kejahatan. Idealnya terjadi perubahan perilaku dan psikologis narapidana sehingga setelah keluar dapat menjadi orang   yang  berperilaku baik dan berguna  bagi masyarakat. Ada beberapa konsep  psikoloogi  yang dapat ditawarkan dalam perubahan perilaku narapidana di LP. Pertama, berorentasi personal, yaitu  dengan  cara  terapi individual/kelompok, misalkan    terapi  kogniif.  Kedua, berorentasi lingkungan, dengan menciptakan    lingkungan fisik  LP  yang mendukung perubahan perilaku narapidana, misalkan jumlah narapidana sesuai dengan besarnya ruangan sel sehingga tidak terjadi kepadatan dan kesesakan yang berpotensi  menimbulkan perilaku agresif narapidana. 

Kenapa orang berbuat kejahatan ?
Pendekatan Tipologi Fisik dalam Kepribadian 
Tokoh yang mempopulerkan pendekatan ini adalah Sheldon dan Kretchmer. Kretchmer mengajukan teori konstitusi dalam kepribadian yang artinya adalah mencari hubungan antara tipe tubuh fisiologis dengan tipe kepribadian seseorang. Menurut Kretchmer ada tiga tipe jaringan embrionik dalam tubuh, yaitu:
1.   Endoderm berupa sistem digestif (pencernaan)
2.    Ectoderm berupa sistem kulit dan syaraf;
3.    Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot.
Menurut Kretchmer orang yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian.
William Shldon (1949), dengan teori Tipologi Somatiknya, Ia membagi bentuk tubuh ke dalam tiga tipe.
1.   Endomorf: Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabel.
2.    Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif, vigorous, and bold.
3.    Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otak berkembang dengan baik (well developed brain), Introverted, sensitive, and nervous.
Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal.
Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan yang sudah ditahan/ dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil pengukuran itu disimpulkan.
Pendekatan Teori Trait Kepribadian
Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadian tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian.
Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh beragam ahli.
Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama.
Pendekatan Psikoanalisis
1.   Freud melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari Id yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle). Ketika prinsip itu dikembangkannya Super-ego terlalu lemah untuk mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Mengapa super-ego lemah? Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan bapaknya, tapi malah dengan ibunya.
2.    Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan, sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman dari bapaknya.
3.    Psikoanalist lain (Bowlby: 1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.
Pendekatan Teori Belajar Sosial
Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik untuk terbentuknya perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement).
Pendekatan Teori Kognitif
Penelitian Yochelson & Samenow (1976, 1984) mencoba mengetahui tentang gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliiti ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan. Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi.(master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bias mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola piker pelaku kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan mengenai realitas.
Faktor penyebab perilaku kriminalitas dapat dijabarkan menjadi:
1.   Faktor Demografik, yaitu antara lain usia muda, jenis kelamin dan status sosial rendah;
2.    Faktor Keluarga, yaitu antara lain kelahiran diluar nikah, ketidakmampuan orang tua memberi pengasuhan, penyaalahgunaan anak atau pengabaian anak, akibat kehamilan yang tidak diharapkan dan kurangnya kelekatan dengan orang tua;
3.    Faktor pekerjaan atau sekolah;
4.    Faktor kepribadian, yang meliputi antara lain kepribadian sensation seeking atau risk taking yang sering ditunjukkan oleh remaja seperti berbohong, impulsive dan kesulitan menunda kepuasan, locus of control eksternal, kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan penyalahgunaan obat;
5.    Faktor yang berkaitan dengan riwayat seksual, seperti usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali, jumlah pasangan seksual dan usia saat melakukan pernikahan pertama; dan
6.    Gangguan klinis yang diderita

Daftar Pustaka
Agung, Muhammad, 2012. Kontribusi Psikologi Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia. Fakultas Psikologi UIN Suska. Riau.
Baron & Byrne. 2004. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Damang, 2011. Psikologi Kriminal. www.wordpress.com.
Irmawati. 2009. Orasi Ilmiah: peranan psikologi dalam Menjawab fenomena Psikologis masyarakat Indonesia. Universitas Sumatra Utara pada Upacara Peringatan Dies Natalis ke- 57 Universitas sumatra Utara.
Nietzel, Michael. 1986. Psychological Consultation in the Courtroom. New York: Pergamon Press.
NN. 2012. Psikologi Forensik. http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_forensik , diakses 23 Desember 2012.
Probowati, Yusti. 2008. Anima: Indonesian Psychological Journal Vol. 23, No. 4, 338-353: Psikologi Forensik: Tantangan Psikolog sebagai ilmuwan dan professional. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Shapiro, David L. 1984. Psychological Evaluation and Expert Testimony. New York: Van Nostrand Reinhold.

0 komentar:

Post a Comment

 

Lady Nang World's Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template